Rabu, 09 Juli 2014

Hitung Cepat Sesatkan Rakyat

Hitung Cepat Sesatkan Rakyat
Oleh. Andi Wijianto
Quick count pemilihan Presiden Republik Indonesia tanggal 9 Juli 2014 menuai banyak polemik. Yang masih hangat diperbincangkan adalah banyak lembaga surfey yang notabennya dalam pelaksanaan surfey yang seharusnya netral namun masih berpihak kepada salah satu calon presiden. Dalam perhitungan cepat seakan-akan masyarakat yang merupakan penentu dari pelaksanaan pemilihan umum 2014 dibuat resah dan dipermainkan oleh lembaga surfey. Tak seperti perhitungan sebelumnya dalam pemilihan legislatif atau pemilihan kepala presiden 2009, perhitungan cepat di tahun ini cenderung memiliki hasil yang berbeda di antara masing-masing lembaga surfey.
Seperti dikutip dari Merdeka.com menyebutkan LSI: Prabowo-Hatta 47,8% Jokowi-JK 52,92% (suara masuk 78,53%), Cyrus: Prabowo-Hatta 47,17% Jokowi-JK 52,83% (suara masuk 75%), IRC: Prabowo-Hatta 52,53% Jokowi-JK 47,47% (suara masuk 59,9%), Kompas: Prabowo-Hatta 46,97% Jokowi-JK 53,03% (suara masuk 77,56%), RRI: Prabowo-Hatta 48,03% Jokowi-JK 51,90% (suara masuk 66,75%). Dikutip pula dari salah satu stasiun TV Indonesia bahwa LSN Prabowo-Hatta 50,19% Jokowi-JK 49,81%, IRC Prabowo-Hatta 51,11% Jokowi-JK 48,89%, dan PUSKAPTIS Prabowo-Hatta 52,06% Jokowi-JK 47,94%.
Ironis memang tapi itulah kenyataan yang ada di Indonesia. Orientasi pada materi terkadang membuat golongan buta akan kebenaran. Atau bahkan ideologi membutakan mata golongan untuk memberikan data yang sebenarnya ada di lapangan kepada masyarakat. Entahlah, Indonesia memang saat ini sedang dilanda degradasi karakter yang menyebabkan sikap hedonisme yang sudah teramat parah.
Ideologi atau Materi
Dua hal ini yang merupakan pertanyaan yang perlu dikritisi. Apakah kebenaran pada saat ini sudah tak layak untuk dipertontonkan? Masyarakat tentulah bertanya apakah ada oknum-oknum tertentu yang bekerja di balik kemenangan hasil hitung cepat dan memihak salah satu calon? Apa motifnya Ideologikah atau Materikah? Ada dua kemungkinan yang sebenarnya patut disoroti. Apalagi di masa yang serba susah ini dan materi yang berbicara. Dengan keuntungan yang bergelimang untuk memenangkan salah satu calon bukan tidak mungkin menjadi kemungkinan perbedaan hasil suara. Ada pula karena ada faktor ideologi dimana sejak masa kampanye pendukung kedua kubu sudah berkampanye secara panas. Banyak hujatan yang dikeluarkan, saling jatuh-menjatuhkan. Mungkin karena fanatikme yang luar biasa dapat menyebabkan seorang buta akan kebenaran.
22 Juli 2014

Tentulah dengan kondisi yang sangat ironis seperti ini masyarakat mulai bingung akan hasil perhitungan cepat. Banyak masyarakat yang sudah muak dengan berbagai berita yang kurang kredibel. Yang dapat dilakukan adalah menunggu pengumuman yang secara resmi diumumkan oleh KPU pada tanggal 22 Juli 2014. Jawaban atas semua pertanyaan akan terkuak pada hari itu. Senantiasa masyarakat diharapkan untuk terus menjaga keamanan dan ketertiban. Siapapun yang akan menjadi pemempin negeri terimalah karena beliau-beliau merupakan putra terbaik bangsa. 

Senin, 07 Juli 2014

Kebijakan dan Kriminalisasi

Kebijakan dan Kriminalisasi
Oleh. Sodiyah

Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia semakin hari semakin kompleks. Tidak sekadar masalah kemiskinan tetapi juga segudang masalah lain yang patut dijadikan sorotan. Menyikapi berbagai masalah yang muncul tersebut tentunya diperlukan alternatif pemecahan masalah yang berujung pada pengambilan keputusan maupun pembentukan kebijakan.
Untuk lebih memudahkan pemahaman, kita pahami dahulu perbedaan policy making dan decision making. Menurut Anderson (Suharno, 2013:38), pembentukan kebijakan atau policy formulation sering juga disebut policy making berbeda dengan pengambilan keputusan (decision making) karena pengambilan keputusan adalah pengambilan pilihan sesuatu alternatif dari berbagai alternatif  yang bersaing mengenai sesuatu  hal dan selesai. Sedangkan policy making meliputi banyak pengambilan keputusan. Intinya, jika pemilihan alternatif itu sekali dilakukan dan selesai maka kegiatan itu disebut pembuatan keputusan, sebaliknya apabila pemilihan alternatif itu terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai, maka kegiatan tersebut dinamakan perumusan kebijakan.
Dalam pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan seperti yang telah saya singgung di atas, para decision maker maupun policy maker pastilah akan dihadapkan pada berbagai alternatif kebijakan. Dari berbagai alternatif yang ada keduanya sama-sama dituntut agar dapat menentukan alternatif pemecahan masalah yang paling tepat dari sekian alternatif yang ada. Strategi khusus agar keputusan yang diambil maupun kebijakan yang dibentuk beresiko minimal pun diperlukan di sini. Keputusan maupun kebijakan yang diambil inilah yang terkadang dipermasalahkan, bahkan dikriminalisasi.
Dengan bergulirnya kasus Bank Century, tampaknya kriminalisasi kebijakan semakin mendapatkan tempatnya dalam dunia hukum di Indonesia. Secara garis besar, kriminalisasi merupakan suatu perbuatan yang tadinya bukan merupakan suatu perbuatan yang dilarang kemudian karena dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat maka kemudian dijadikan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Upaya kriminalisasi terhadap kebijakan dimana kebijakan tersebut diketahui diambil oleh seseorang yang mempunyai kewenangan serta berdasarkan asas legalitas sebaiknya dihindari, dengan catatan kebijakan tersebut diketahui tidak disimpangkan dan melawan hukum. Bagaimana tidak, jika setiap kebijakan dapat dikrimalisasi maka dikhawatirkan akan timbul keengganan dan ketakutan para pejabat yang berwenang untuk mengambil keputusan-keputusan yang padahal mendesak dan penting. Dengan adanya hal tersebut bukan tidak mungkin jika situasi yang sedang terjadi justru semakin kacau karena pejabat tersebut dalam mengambil keputusan bertele-tele dan cenderung cari aman.
Di dunia ini semua hal pastilah mengandung resiko, termasuk pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Atas nama kepentingan publik; keadilan harus dijunjung tinggi, keberanian mutlak diperlukan. Pemantauan hasil-hasil kebijakan dan evaluasi kinerja kebijakan wajib dilakukan untuk mengawal implementasi kebijakan. Selamat datang calon pemimpin, decision maker dan policy maker Indonesia periode 2014-2019 !!! Bebaskan diri kalian dari belenggu tekanan-tekanan dari luar, pengaruh kelompok luar dan keadaan masa lalu dalam setiap keputusan yang diambil dan kebijakan yang dibuat demi tercapainya Indonesia yang lebih baik dan berpihak pada rakyat.