Jumat, 20 Juni 2014

Latihan Dasar Kepemimpinan PKnH 2014


Yogyakarta: 31/05/2014, Ruang Cut Nyak Dien pagi ini mengalami guncangan yang luar biasa. Kegiatan HIMA PKnH yang luar biasa mulai menggema. Latihan kepemimpinan atau yang disebut dengan LDK PKnH berjalan dengan lancar. Kegiatan yang berlangsung pada hari sabtu (31/05/2014). Acara ini merupakan acara dari Divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa HIMA PKnH FIS UNY. “agenda ini merupakan agenda kedua PSDM” tutur diah selaku kepala divisi PSDM HIMA PKnH.
“Acara ini dilaksanakan sebagai awal dari pembentukan jiwa kepemimpinan panitia OSPEK dan SIKRAB PKnH 2014” ujar puput selaku ketua kegiatan LDK. Kegiatan yang dimulai pukul 07.30 diawali dengan pelatihan public speaking dan soft skill yang dibersamai oleh kepala Humas FIS ibu Pratiwi Wahyu Wirdiarti, M.Si. “percaya diri datang dari pengalaman yang berlimpah” tutur beliau. Tentunya panitia Ospek dan Sikrab perlu menambahkan bahwasannya “pengalaman yang banyak didapat dari banyaknya mencoba hal-hal yang baru” tambah beliau.
Acara kemudian dilanjutkan dengan materi latihan kepemimpinan yang diisi oleh Wahyudi Iman Satria. “Pemimpin itu penting, setiap kita yang ada disini semuanya adalah pemimpin” ucap beliau dalam mengisi acara LDK.

Tak berhenti disana acara dilanjutkan dengan pelatihan yang dibersamai dengan kakak-kakak trainer. Acara dilaksanakan sampai pukul 15.00 WIB. Setelah itu ada pembekalan dari kakak DPO “Tetap jaga kekompakan, kepanitiaan pastilah tidak ada yang sempurna dan pasti ada konflik di dalamnya” tutur kakak DPO. Acara LDK diakhiri dengan acara makan tumpeng bersama, “hal tersebut di maksudkan untuk mengakrabkan teman-teman agar lebih kompak nantinya” tutur ketua panitia LDK PKnH 2012. (Murni Lestari)

Panitia Ospek Jurusan PKnH 2014
Ketua : Ahmad khoeroni
Sekertaris : Septi w
Bendahara : Astri novianingrum
Sie. Acara : Ikhwanul bekti trian putri

-Hryo wisnu murti
-Hikmah
-Nanang dakusta
-Riska mega P
Sie. Humas : Anisa nurul khasanah
-Niken laksmita dewi
-Erlinda ika mawarti
Sie. Konsumsi: Fitri dwi astuti
-Rani
-Septi H
-Maryam
-Yanra sutriaji
Sie. Pemandu : Achmad modrik b
-Angen kinanti
-Dewi fita
-Fuad syarifudin
-Nurlita andari
-Vina febriana
Sie. PDD : Eben yuan
-Irmawati
-Lilin avinia
-Rusli dwi eko
Sie. Perkap : Ayu nurul naharoh
-Dias endar p
-Farid ma’ruf
-Fitri maghfiroh
-Novita sari
Sie. P3K : Andang widiatmoko
-Arum yuana
-Fitri handayani
-M. Natsir salasa
-Tri admoko
-Tri sutrisni

Kosmetik Politik Orde Baru



Kosmetik Politik Orde Baru
Oleh. Eka Herdi Nugeraha (Mahasiswa Jurusan PKnH)

Pemerintahan Presiden Republik Indonesia Soeharto merupakan pemerintahan terlama yang memimpin Indonesia. Awalnya Orde Baru merupakan jawaban atas permasalahan yang terjadi pada pemerintahan yang sebelumnya. Orde Baru mencoba untuk menerapakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Imperium Orde Baru mulai berkuasa setelah pemerintahan Presiden Soekarno berakhir. Majelis Permusyawaran Rakyat Sementara menolak pidato pertanggungjawaban Soekarno pada tahun 1967. Letnan Jendral Soeharto menggantikan posisi Presiden Soekarno menjadi pejabat presiden Republik Indonesia. Apabila kita melihat pemerintahan Soekarno memang banyak penyimpangan yang terjadi seperti penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, tidak melaksanakan Pemilihan Umum, dan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada akhir pemerintahan Orde Lama Kondisi perpolitikan Indonesia semakin buruk dengan adanya berbagai pemberontakan PKI, gerakan-gerakan subversif, dan memburuknya perekonomian Indonesia. Dengan berbagai masalah diatas menimbulkan banyak tuntutan dan demonstrasi dari rakyat Indonesia. Indonesia mengalami banyak kekacauan di berbagai daerah yang membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret untuk memerintahkan Letnan Jendral Soeharto menguasai situasi keamanan pada waktu itu.

“Harapan Rakyat Indonesia”
Rakyat Indonesia telah menunggu lama adanya pergantian kekuasaan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Rakyat Indonesia menyambut baik pergantian kekuasaan ini karena penyelenggaraan demokrasi yang diimpikan oleh rakyat terwujud. Pergantian Kekuasaan merupakan salah satu instrumen demokrasi yang menjaga agar stabilitas negara dapat terjamin. Namun hal ini terkendala dengan egoism penguasa yang ingin terus mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat dan membuat stabilitas politik terganggu. Puncaknya terjadi pada siding Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang memberhentikan Presiden Soekarno. Presiden Soeharto memulai pemerintahan dengan berbagai program-program pro-rakyat. Awal Pemerintahan Orde Baru, rakyat Indonesia sangat yakin dengan terobosan-terobosan yang dilakukan pemerintah Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru membuka iklim investasi seluas-luasnya bagi investor asing. Sejak itu banyak investor asing yang masuk untuk menanamkan modal di Indonesia. Krisis ekonomi dan politik pada waktu itu mulai ada penyelesaian yang nyata. Rakyat Indonesia merasakan banyak perubahan positif dengan program-program yang diluncurkan oleh pemerintah Orde Baru. Pemerintah Orde Baru berusaha mengedepankan pembangunan ekonomi dan pembangunan infrasruktur secara besar-besaran. Hal ini terlihat dengan adanya program listrik masuk desa dan pembangunan waduk, sekolah, dan rumah sakit. Pada masa Orde baru Indonesia berhasil melaksanakan swasembada beras dan mampu mengekspor minyak ke luar negeri. Hal ini sangatlah positif untuk kemajuan Indonesia ke depan lebih baik. Masyarakat Indonesia sangat bahagia dengan kemajuan-kemajuan pembangunan yang dicetuskan oleh Pemerintahan Orde Baru.

“Pembodohan Rakyat”
Kemajuan-kemajuan yang dihasilkan oleh Pemerintah Orde Baru membuat masyarakat Indonesia menjadi terlena. Banyak terjadi kecurangan-kecurangan yang terjadi seperti memundurkan jadwal pemilihan umum dari tahun 1969 ke 1971, KKN, penyederhanaan partai, dan penafsiran UUD 1945 yang berbeda. Pemerintah Orde Baru membuat rakyat Indonesia tidak berdaya dengan berbagai kemajuan-kemajuan pembangunan yang signifikan namun dibalik itu banyak terjadi kezhaliman. Awal pemerintahan Orde Baru ada sebuah hal yang janggal yakni mundurnya Pemilihan Umum yang seharusnya dilaksankan pada tahun 1969 menjadi 1971. Hal ini terlihat bahwa adanya rencana-rencana khusus pemerintahan Orde baru untuk mengumpulkan kekuatan politik dalam menghadapi Pemilihan Umum. Banyak pihak yang menduga apabila Pemilihan Umum dilaksanakan pada tahun itu maka Soeharto sulit menang. Hal ini dikarenakan belum kuatnya kendaraan politik yang akan digunakan dalam Pemilihan Umum. Selanjutnya Penyederhanaan partai, dimana partai-partai nasionalis dilebur menjadi PDI, partai-partai religious dilebur menjadi PPP, dan ada satu lagi peserta pemilu tapi bukan partai yakni Golkar. Golkar menjadi kendaraan politik Pemerintah Orde baru dalam mengikuti setiap pemilihan umum. Golkar mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dari dua partai kontestan pemilu yang lain yakni masuk lebih dalam di masyarakat. Hal ini berbeda dengan dua partai peserta pemilu lainnya yang tidak mempunyai akses seperti Golkar. PDI dan PPP hanya dapat masuk maksimal di daerah tingkat dua sehingga tidak mampu langsung menjangkau rakyat. Hal ini jelas mencederai demokrasi yang menjadi sistem politik negara Indonesia. Penyederhanaan partai yang dilakukan pemerintah Orde Baru membuat banyak kelompok aliran yang tidak memiliki keterwakilan karena memang terbatas pilihannya di Pemilihan Umum.

“Rusaknya Pemilihan Umum”
Pemilihan umum seharunya menjadi puncak berjalannya demokrasi di Indonesia. Pemilihan Umum harus dilaksanakan dengan langsung, bersih, jujur, dan adil. Hal ini benar-benar berbeda dengan kenyataan yang ada di Indonesia saat Orde Baru. Pemilihan Umum yang dilaksanakan Pemerintah Orde Baru sudah dapat dipastikan pemenangnya. Rakyat Indonesia sudah mampu memprediksi pemenang Pemilihan Umum. Walaupun usaha yang dilakukan sudah maksimal oleh peserta-peserta Pemilu selain Golkar namun yang tejadi tetap saja Golkar menang dominan dalam Pemilihan Umum. Hal ini mungkin juga diakibatkan pembatasan akses bagi partai politik non-Golkar dalam sosialisasi politik ke daerah-daerah. Hal ini tidak terjadi pada Golkar yang dapat akses lebih jauh kedalam masyarakat. Masyarakat awam mungkin hanya mengetahui Golkar sebagai peserta Pemilihan Umum yang baik. Oleh sebab itu Pemilihan Umum menjadi ajang dominasi Golkar dalam memperoleh suara rakyat. Pembatasan kekritisan rakyat Indonesia juga menjadi penyebab pemilihan umum rusak. Rakyat Indonesia menjadi lebih diam dengan keadaan nyata yang terjadi. Pemilihan Umum Orde Baru tidak menjadi sebuah pembelajaran politik bagi rakyat namun malah merusak tatanan demokrasi bangsa Indonesia. Untuk masa depan diharapkan perbaikan-perbaikan nyata mutu demokrasi Indonesia agar lebih baik dan tidak kembali ke sistem Pemilu Orde Baru yang buruk.

Pengurus 2014


More Info


Twitter HIMA PKnH : @HIMAPKnHFISUNY

Pertaruhan Ideologi dengan Materi



Pertaruhan Ideologi dengan Materi
Oleh: Murni Lestari
Ideologi menjadi sebuah keyakinan bagi beberapa orang yang teguh dengan pendirian dan pendapatnya. Suatu hal yang perlu ditanamkan pada diri kita. Menjadi orang yang teguh pendiriannya memang perlu, apalagi dengan melihat realita bahwa terkadang ideologi terkalahkan dengan materi. Sungguh hal yang sangat disayangkan, bagaimana mungkin kaum terdidik apalagi berstatus mahasiswa yang identik dengan kaum idealis yang selalu kukuh mempertahankan ideologi, dengan mudah mampu termobilisasi akan materi. Mahasiwa adalah agen paling efektif yang mampu menjadi gerakan yang selalu mempertahankan ideologi. Terlebih dengan situasi yang sangat rentan akan pelunturan ideologi seperti sekarang ini, yaitu masa kampanye capres dan cawapres.
Masa rentan untuk melunturkan ideologi seseorang perlu diwaspadai. Masa kampaye menjadi ancaman melunturnya ideologi seseorang karena, dalam masa kampanye ini banyak sekali pernyataan kampanye yang terkadang secara perlahan berupaya untuk melunturkan ideologi akibat kampanye yang disebarluaskan. Pernyataan yang menjatuhkan, pernyataan tak berdasarkan fakta, dan pernyataan asal-asalan turut mewarnai kampanye capres-cawapres kali ini. Dan hal inipun tak bisa terhindarkan untuk terus dikonsumsi oleh publik termasuk masyarakat kampus. Mahasiswa sebagai salah satu masyarakat kampus yang identik dengan idologi yang kuat menjadi sasaran empuk bagi tim sukses untuk berupaya melunturkan ideologinya demi mendapatkan dukungan suara kepada salah satu pihak.
Cukup menjadikan kekhawatiran tersendiri dengan adanya fenomena tersebut. Mahasiswa yang seharusnya menjadi pelopor untuk selalu mempetahankan ideologi yang menjadi keyakinannya, justru kini menjadi sasaran empuk untuk dilunturkan demi dukungan suara kepada salah satu pihak. Sangat dikhawatirkan lagi ketika proses pelunturan ini juga diwarnai dengan penawaran materi yang menjadi senjata ampuh. Materi memang menjadi iming-iming paling efektif untuk mendapatkan suara. Apalagi tawaran materi diimbangi dengan gaya dan kemampuan membujuk rayu sehingga ketertarikan menjadi tidak terelakkan.
Sayang sekali ketika materi harus mengalahkan sebuah ideologi diri yang telah menjadi keyakinan. Sebuah prinsip yang seharusnya kokoh hidup dalam sanubari seketika meluntur hanya karena materi yang mudah habis. Ketika mempertahankan ideologi yang diyakini adalah hal yang baik, kenapa harus ragu untuk menolak materi. Tak dipungkiri bahwa materi sangat dibutuhkan dalam menjalani hidup, namun tidak dengan cara seperti itu untuk mendapatkannya. Bukan berarti melunturkan ideologinya adalah langkah tepat menentukan pilihan, apalagi hal tersebut hanya dimobilisasi dengan materi.
Sebagai masyarakat kampus yang memiliki intelektual yang lebih dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya, alangkah lebih baiknya ketika mempertahankan ideologi selalu dan tetap dijaga. Bukan hanya karena materi semua prinsip diri menjadi kabur tak berarti. Menjadi masyarakat kampus yang menjadi agen dan pelopor kebaikan, mempertahankan ideologi menjadi salah satu teladan yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat umum yang kurang paham dengan apa itu ideologi maupun sikap terhadap sogokan materi. Pertaruhan ideologi dan materi tak selayaknya menjadi sebuah dilema yang terus dipersoalkan. Tinggal bagaimana sikap kita menaggapi dan kembali lagi pada ideologi masing-masing diri.
***

SUSUNAN PENGURUS HIMA PKnH 2014



Ketua HIMA PKnH      : Eka Herdi Nugraha
Wakil Ketua                   : Edy Darmawan
Badan Semi Otonom     : Vallen Arga
Sekretaris                       : 1. Yunita Tri Wahyuni
                                         2. Destya Amalia Putri
Bendahara 1                   : 1. Murni Lestari
                                         2. Anisa Nurul Kasanah

Divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa)

Kadiv: Sodiyah
1.      Ika Febriyanti
2.      Joko Untoro
3.      Anang Suharmanto
4.      Fitri Dwi Astuti
5.      Ikhwanul Bekti T.P
6.      Ahmad Khoeroni
7.      Niken Laksmita D
8.      Lilin Avinia
9.      Fitri Handayani
1.  Achmad Mudrik B

Divisi MNC (Media, Networking, and Communication)

Kadiv: Andi Wijianto
1.      Ardhita Yuliana N
2.      Nur Rokhmah
3.      Apit Insasi
4.      Ririn Wulandari
5.      Riska Mega P
6.      Nafiatul Faradita
7.      Nadia Muntayah
8.      Adityaris Fajar H
9.      Tri Admoko


 Divisi KASTIL (Akademik dan Studi Ilmiah)

Kadiv: Nurul Rahmawati
1.      Aprilia Normasari
2.      Dewi Nurwidiani W
3.      Merly Widianti
4.      Yafi Nur F.S
5.      Afriliani Khusnul K.
6.      Erlinda Ika M
7.      Haryo Wisnu Murti
8.      Hendrikus Wawan K

VICSI (Advocacy and Public Service)

Kadiv: Annisa Istiqomah
1.      Auditya Ayu Dharmala
2.      Nurika Septiandari
3.      Astri Novianingrum
4.      Andang
5.      Deviana
6.      Dias Endar Pratama
7.      Ayu Nurul Naharoh
8.      Yanra Sutriaji
9.      Kery Anita


EKSAKTA (Elaborasi Kemampuan Seni, Olahraga, dan Kreativitas Mahasiswa)
 
Kadiv: Adam Nurwidoro
1.      Sigit Pitoyo
2.      Rusli Eko D
3.      Fuad Sarifudin
4.      Eben Yuan S.
5.      Vina Febrianti
6.      Fajar Susilo P
7.      Gista Ceri A.P.
8.      Wiwin Puji A
9.      Farid Ma’ruf
1.  Muhammad Nasir S.