Kosmetik Politik Orde Baru
Oleh.
Eka Herdi Nugeraha (Mahasiswa Jurusan PKnH)
Pemerintahan
Presiden Republik Indonesia Soeharto merupakan pemerintahan terlama yang
memimpin Indonesia. Awalnya Orde Baru merupakan jawaban atas permasalahan yang
terjadi pada pemerintahan yang sebelumnya. Orde Baru mencoba untuk menerapakan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Imperium Orde Baru mulai berkuasa setelah
pemerintahan Presiden Soekarno berakhir. Majelis Permusyawaran Rakyat Sementara
menolak pidato pertanggungjawaban Soekarno pada tahun 1967. Letnan Jendral
Soeharto menggantikan posisi Presiden Soekarno menjadi pejabat presiden
Republik Indonesia. Apabila kita melihat pemerintahan Soekarno memang banyak
penyimpangan yang terjadi seperti penetapan Soekarno sebagai presiden seumur
hidup, tidak melaksanakan Pemilihan Umum, dan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Pada akhir pemerintahan Orde Lama Kondisi perpolitikan Indonesia
semakin buruk dengan adanya berbagai pemberontakan PKI, gerakan-gerakan
subversif, dan memburuknya perekonomian Indonesia. Dengan berbagai masalah
diatas menimbulkan banyak tuntutan dan demonstrasi dari rakyat Indonesia.
Indonesia mengalami banyak kekacauan di berbagai daerah yang membuat Presiden
Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret untuk memerintahkan Letnan
Jendral Soeharto menguasai situasi keamanan pada waktu itu.
“Harapan Rakyat Indonesia”
Rakyat
Indonesia telah menunggu lama adanya pergantian kekuasaan untuk masa depan
Indonesia yang lebih baik. Rakyat Indonesia menyambut baik pergantian kekuasaan
ini karena penyelenggaraan demokrasi yang diimpikan oleh rakyat terwujud.
Pergantian Kekuasaan merupakan salah satu instrumen demokrasi yang menjaga agar
stabilitas negara dapat terjamin. Namun hal ini terkendala dengan egoism penguasa
yang ingin terus mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara. Hal ini
menimbulkan kemarahan rakyat dan membuat stabilitas politik terganggu.
Puncaknya terjadi pada siding Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang
memberhentikan Presiden Soekarno. Presiden Soeharto memulai pemerintahan dengan
berbagai program-program pro-rakyat. Awal Pemerintahan Orde Baru, rakyat
Indonesia sangat yakin dengan terobosan-terobosan yang dilakukan pemerintah
Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru membuka iklim investasi seluas-luasnya bagi
investor asing. Sejak itu banyak investor asing yang masuk untuk menanamkan
modal di Indonesia. Krisis ekonomi dan politik pada waktu itu mulai ada
penyelesaian yang nyata. Rakyat Indonesia merasakan banyak perubahan positif
dengan program-program yang diluncurkan oleh pemerintah Orde Baru. Pemerintah
Orde Baru berusaha mengedepankan pembangunan ekonomi dan pembangunan
infrasruktur secara besar-besaran. Hal ini terlihat dengan adanya program
listrik masuk desa dan pembangunan waduk, sekolah, dan rumah sakit. Pada masa
Orde baru Indonesia berhasil melaksanakan swasembada beras dan mampu mengekspor
minyak ke luar negeri. Hal ini sangatlah positif untuk kemajuan Indonesia ke
depan lebih baik. Masyarakat Indonesia sangat bahagia dengan kemajuan-kemajuan
pembangunan yang dicetuskan oleh Pemerintahan Orde Baru.
“Pembodohan Rakyat”
Kemajuan-kemajuan
yang dihasilkan oleh Pemerintah Orde Baru membuat masyarakat Indonesia menjadi
terlena. Banyak terjadi kecurangan-kecurangan yang terjadi seperti memundurkan
jadwal pemilihan umum dari tahun 1969 ke 1971, KKN, penyederhanaan partai, dan
penafsiran UUD 1945 yang berbeda. Pemerintah Orde Baru membuat rakyat Indonesia
tidak berdaya dengan berbagai kemajuan-kemajuan pembangunan yang signifikan namun
dibalik itu banyak terjadi kezhaliman. Awal pemerintahan Orde Baru ada sebuah
hal yang janggal yakni mundurnya Pemilihan Umum yang seharusnya dilaksankan
pada tahun 1969 menjadi 1971. Hal ini terlihat bahwa adanya rencana-rencana
khusus pemerintahan Orde baru untuk mengumpulkan kekuatan politik dalam
menghadapi Pemilihan Umum. Banyak pihak yang menduga apabila Pemilihan Umum
dilaksanakan pada tahun itu maka Soeharto sulit menang. Hal ini dikarenakan
belum kuatnya kendaraan politik yang akan digunakan dalam Pemilihan Umum.
Selanjutnya Penyederhanaan partai, dimana partai-partai nasionalis dilebur
menjadi PDI, partai-partai religious dilebur menjadi PPP, dan ada satu lagi
peserta pemilu tapi bukan partai yakni Golkar. Golkar menjadi kendaraan politik
Pemerintah Orde baru dalam mengikuti setiap pemilihan umum. Golkar mempunyai
mobilitas yang lebih tinggi dari dua partai kontestan pemilu yang lain yakni
masuk lebih dalam di masyarakat. Hal ini berbeda dengan dua partai peserta
pemilu lainnya yang tidak mempunyai akses seperti Golkar. PDI dan PPP hanya
dapat masuk maksimal di daerah tingkat dua sehingga tidak mampu langsung
menjangkau rakyat. Hal ini jelas mencederai demokrasi yang menjadi sistem
politik negara Indonesia. Penyederhanaan partai yang dilakukan pemerintah Orde
Baru membuat banyak kelompok aliran yang tidak memiliki keterwakilan karena
memang terbatas pilihannya di Pemilihan Umum.
“Rusaknya Pemilihan Umum”
Pemilihan
umum seharunya menjadi puncak berjalannya demokrasi di Indonesia. Pemilihan
Umum harus dilaksanakan dengan langsung, bersih, jujur, dan adil. Hal ini
benar-benar berbeda dengan kenyataan yang ada di Indonesia saat Orde Baru.
Pemilihan Umum yang dilaksanakan Pemerintah Orde Baru sudah dapat dipastikan
pemenangnya. Rakyat Indonesia sudah mampu memprediksi pemenang Pemilihan Umum.
Walaupun usaha yang dilakukan sudah maksimal oleh peserta-peserta Pemilu selain
Golkar namun yang tejadi tetap saja Golkar menang dominan dalam Pemilihan Umum.
Hal ini mungkin juga diakibatkan pembatasan akses bagi partai politik
non-Golkar dalam sosialisasi politik ke daerah-daerah. Hal ini tidak terjadi
pada Golkar yang dapat akses lebih jauh kedalam masyarakat. Masyarakat awam
mungkin hanya mengetahui Golkar sebagai peserta Pemilihan Umum yang baik. Oleh
sebab itu Pemilihan Umum menjadi ajang dominasi Golkar dalam memperoleh suara
rakyat. Pembatasan kekritisan rakyat Indonesia juga menjadi penyebab pemilihan umum
rusak. Rakyat Indonesia menjadi lebih diam dengan keadaan nyata yang terjadi.
Pemilihan Umum Orde Baru tidak menjadi sebuah pembelajaran politik bagi rakyat
namun malah merusak tatanan demokrasi bangsa Indonesia. Untuk masa depan
diharapkan perbaikan-perbaikan nyata mutu demokrasi Indonesia agar lebih baik
dan tidak kembali ke sistem Pemilu Orde Baru yang buruk.