Pancasila, Pendidikan
dan Perilaku Demagog[1]
Haryo
Wisnu Murti[2]
“ dengan selamat
sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,…”
Sepenggal kalimat ini
dapat dengan mudah kita temukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945. Ya,..benar penggalan kalimat diatas terdapat pada alenia
ke-2 Pembukaan UUD 1945 yang kemudian kita kenal sebagai cita-cita bangsa
Indonesia. Namun permasalahannya apakah masyarakat Indonesia sepenuhnya
mengetahui hal ini? maka dari realita dalam masyarakat dapat kita katakan bahwa
sebagian besar masyarakat kita masih hidup dalam ketidaktahuan apa yang menjadi
cita-cita bangsa Indonesia ini.
Indonesia dan
Cita-Citanya
Ibarat bendera yang berkibar hanya
setengah tiang, kemerdekaan yang kita rasakan adalah kemerdekaan setengah merdeka, kemerdekaan hanya dirasakan bagi
mereka si tuan-tuan berdasi yang kian lalu-lalang di dalam gendung-gedung yang
terus menggrogoti lahan pertanian rakyat. Kemerdekaaan hanya dirasakan mereka
yang terus menjual aset berharga ke luar negeri, namun sudahkah rakyat
dipedesaan, pesisir pantai, pegunungan, perbukitan merasakan kemerdekaan? Hanya
sebagian kecil dari mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang mumpuni yang dapat sedikit menikmati
kata-kata merdeka, selebihnya mereka harus menahan senyum kemerdekaan untuk
terus berjuang ditengah bayang-bayang penjajahan secara sosial budaya,.
Akibatnya kini mereka lebih sibuk untuk mengurus api di tungku mereka daripada
memikirkan kemerdekaan, nyaris dapat dikatan tragis,..!!
Apa yang menjadi cita-cita bangsa
Indonesia telah didukung dengan tujuan adanya negara Indonesia sebagaimana
telah disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, dan salah satu poin yang terpenting adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan menjadi salah satu hal yang urgent
untuk segera dipenuhi, standar kemakmuran masyarakat tentu akan berbanding
lurus dengan tingkat pendidikan masyarakatnya. Ketika tingkat pendidikan mereka
tinggi maka angka kemakmuran akan tinggi, namun ketika tingkat pendidikan
mereka rendah, tentu angka kemakmuran akan kian menurun.
Pendidikan: Penentu Peradaban
Indonesia
Pendidikan sebagai kunci untuk
mencapai tujuan dan meraih cita-cita bangsa harusnya segera dipenuhi, apapun
itu jenis pendidikannya namun ketika itu bermaanfaat tentu harus menjadi
prioritas. Berkaitan dengan persatuan bangsa, pendidikan menjadi pembelajaran
untuk mewadahi keberagaman masyarakat Indonesia, pendidikan seharusnya hadir
sebagai pemersatu ke majemukan di Indonesia. Salah satunya tentu dengan
penanaman semangat Nasionalisme. Pembelajaran mengenai nasionalisme menjadi
urgent agar bangsa Indonesia tidak kebablasan
menuju Chauvinisme seperti yang dulu pernah di gencar-gencarkan oleh Adolf
Hitler dengan Nazi-nya, Benitto
Mussolini dengan Fasis-nya dan
semangat Hakko I Chu milik kaisar
Hirohito dari jepang waktu itu.
Pendidikan sebagai sarana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa tentu diharapkan mampu untuk membatasi gerak
bangsa Indonesia agar tidak menuju arah Chauvinisme tersebut. Chauvinisme
sebagai suatu paham yang mementingkan kepentingan negara sebagai kepentingan
utama dan diatas segal-galanya, Chauvinisme juga didasarkan pada pertimbangan
Rasialisme dan Etnosentrisme, hal ini tentu sangat bertentangan dengan paham
kebangsaan yang sejati yaitu paham yang mencakup dan mengakui persamaan hak
bagi seluruh warga negara tanpa adanya diskriminasi, dan pembedaan[3]
atau hal-hal yang sejenis.
Semangat reformasi yang ditandai
dengan runtuhnya orde baru dan dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjadi tonggak penting bagi
tercapainya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Dengan adanya kepastian
anggaran untuk pendidikan serta jaminan sosial bagi masyarakat kurang mampu
menjadi angin segar bagi semua kalangan. Setidaknya ada tiga poin penting yang
juga harus segera dilakukan untuk membenahi Indonesia
Emas 2045 ini, yaitu berkaitan dengan kekuatan politik, ekonomi dan
supremasi hukum, ketiga ketiga poin tersebut terpenuhi maka pendidikan sebagai
ujung tombak masa depan bangsa mampu memberikan
wawasan kebangsaan yang tentu relevan dengan kaidah-kaidah moral,
sehingga tidak hanya mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa namun juga
mampu untuk menumbuhkan semangat kekeluargaan[4].
Berbagai permasalahan diatas
seharusnya telah lama mampu kita atasi apabila kita benar-benar berpegang teguh
dalam menjalankan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila menjadi sangat
penting ditengah segala konflik dan permasalahan di negeri ini. Implementasi
dari pancasila seharusnya dijadikan sebagai dasar dalam membuat sebuah
kebijakan. Pendidikan tidak akan belangsung dengan baik apabila itu
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, nasionalisme akan dapat bergeser ke
Chauvisme apabila tidak berlandaskan pada Pancasila.
Pancasila merupakan puncak peradaban
pengetahuan di Indonesia dan merupakan pencapaian demokrasi yang paling penting
di Indonesia yang telah dihasilkan oleh pendiri bangsa (The Founding Fathers) Indonesia, Pancasila muncul tidak untuk
diperdebatkan karena merupakan suatu Konsensus nasional bangsa Indonesia yang
beragama suku dan budaya. Dan Pancasila merupakan symbol persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia dimana terdapat pertemuan nilai-nilai dan pandangan ideologi
yang kemudian dijadikan sebagai dasar atau landasan bersama dalam kehidupan
berbangsa[5].
Kemajuan pendidikan di suatu negara
tentu tidak lepas dari peran seorang kepala negara, apalagi kita bangsa
Indonesia menganut system Presidensial dimana
kepala negara merangkap sebagai kepala pemerintahan, hal ini tentu diharapkan
mampu memaksimalkan kinerja presiden untuk menyejahterakan rakyatnya, kita tidak
perlu khawatir tentang penyelewengan oleh presiden, prinsip saling mengawasi
dan mengimbang (check and balances)
antarlembaga negara telah menjadi salah satu agenda dalam reformasi. Diperlukan
sinergi yang kuat antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, karena
system ini telah diyakini mendukung jalannya demokrasi maka jangan sampai
system “Presiden Sial” kemudian akan berubah menjadi “Presiden sialan”, apakah
ini bisa terjadi? Tentu sangat diyakini hal ini bisa terjadi, Presiden sialan dapat menjadi bagian
dari pemerintahan ini apabila dalam pemerintahan presiden menggunakan hak
prerogratifnya secara sewenag-wenang, selain itu Presiden sialan juga lahir
dari unsur personal (dalam hal ini presiden) yang buruk moralnya serta tanpa
kontrol[6].
Hal ini tentu sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan
dan karakter bangsa, tentu kepala negara yang buruk moralnya akan menyesatkan bangsa ini menuju lembah
kehancuran. Kebobrokkan moral menjadi
kunci utama menuju titik neider bangsa Indonesia, jangan samapailah hal
mengerikan ini terjadi, ya,.itulah harapan terbesar kita.
Pancasila sebagai “
Ruh” Pendidikan Nasional
Berdasarkan pembahasan diatas kita telah
membicarakan mengenai benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan
Pancasila, dimana Pancasila yang kemudian menjadi dasar terbentuknya Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan dalam Pembukaan UUD 1945 inilah
konon masa depan bangsa kita tertulis sebagai iktikad menuju bangsa yang berdaulat dalam segala aspek kehidupan.
Pancasila mengenalkan kepada kita mengenai pendidikan Agama, mengajarkan
keberagaman beragama dalam suatu bingkai kesatuan, Pancasila memberikan
suplemen bagi otak kita mengenai kehidupan yang beradab, bertoleransi dalam
perbedaan, persatuan dan kesatuan menjadi bukti bahwa pancasila merupakan perekat terbaik masyarakat yang majemuk.
Kesejahteraan dan keadilan kemudian menjadi poin penutup dalam Panca tombak menuju bangsa yang merdeka.
Pancasila sebagai Fundamental Norms memberikan “ruh”
tersendiri kepada pendidikan di negeri ini, celakanya kita yang tidak mampu
untuk menggali “ruh” tersebut lebih dalam. Pancasila memberikan pandangan yang
menjadi jalan tengah antara Liberal dan sosialis, namun celakanya bangsa kita
saat ini terlalu me-liberalkan pendidikan kita, segala yang kita pelajari
berkiblat dari barat yang notabene adalah penganut paham liberal. Hal inilah
yang menjadikan muncul berbagai permasalah dalam segala aspek kehidupan
masyarakat. Pendidikan saat ini yang cenderung hanya mempersoalkan kepentingan
pribadi menjadikan kita berlomba-lomba untuk kepentingan sendiri sehingga
memunculkan pribadi-pribadi yang kian menghasut bangsanya sendiri untuk
memenuhi kepentingan sendiri atau golongannya, kuranganya pengajaran karakter
dan penanaman akhlak mulia menjadikan kita bangsa yang lupa diri.
Dalam situasi yang lebih dari
memprihatinkan ini tentu diakibatkan sebagian dari pendidikan kita telah dicekoki oleh hal-hal yang berbau liberal.
Dari awal pancasila telah menawarkan sebagai ratu adil untuk memrampungkan
persoalan yang telah menganak-pinak ini. Pancasila memiliki tingkat
kekompleksan peradabaan yang baik yang seharusnya mampu mengantarakan bangsa
ini menjadi bangsa yang beradab pula.
Seharusnya segala permasalah ini
dapat dihadapi, yang kita lakukan bukanlah mempersoalkan tentang ideologi
Pancasila, karena Pancasila telah menjadi ujung tombak yang telah disepakati
oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pancasila telah menjadi konsensus bagi
rakyat Indonesia, sehingga telah memanunggaling
dengan nilai-nilai luhur bangsa ini. Maka yang perlu kita lakukan adalah
memasukkan nilai-nilai luhur dari pancasila kedalam pendidikan Nasional,
pendidikan karakter dan moral perlu menjadi target utama untuk segera
diperbaiki sehingga pengajaran lebih membahas pengenai karakter dan moral.
Moral dan karakter menjadi penting karena berkaitan dengan perilaku setiap
individu, maka peran pendidikan yang didasari “ruh-ruh” pancasila sangat
penting untuk membentuk karakter bangsa. Pembelajaran mengenai semangat nasionalisme
sangat perlu untuk memupuk kembali semangat cinta tanah air, dan poin
terpenting adalah semuanya harus dillakukan mulai saat ini dan harus mulai
dikenalkan mulai dari keluarga, masyarakat, institusi pemerintahan dan
institusi pendidikan terendah sekalipun.
Ketika hal-hal diatas bukan tidak
mungkin kita akan kembali menjadi bangsa yang memiliki jati diri, bukan tidak
mungkin cita-cita yang telah terkibur selama 69 tahun akan terwujud dan adalah
sebuah kepastian bahwa bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Salam merdeka!!
Daftar
Pustaka
A.Ubaedillah
dan Abdul Razak(penyunting). 2008(cet.ke 3).
Pendidikan Kewargaan( Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE dan Kencana Prenada Media Group.
Indrayana,
Denny. 2008. Negara Ada dan Tiada,
Reformasi Hukum Ketatanegaraan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Madjid,
Nurcholis. 2003. Indonesia Kita.
Jakarta: PT. Gramedia
Sulastomo.
2003. Reformasi, antara Harapan dan
Realita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
[1] Artikel ini disampaikan dalam lomba esai tingkat UNY yang diadakan oleh HIMA PKnH FIS UNY
tanggal 8 september.
[2] Penulis adalah mahasiswa angkatan 2013 jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan dan Hukum FIS UNY yang sedang menempuh semester 3.
[3] Madjid, Nurcholis. 2003. Indonesia
Kita. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 66-67.
[4] Sulastomo. 2003. Reformasi,
antara Harapan dan Realita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Hal. 6-8.
[5] A. Ubaedillah dan Abdul Razak(penyunting). 2008(cet.ke 3). Pendidikan Kewargaan( Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE dan
Kencana Prenada Media Group. Hal. 20-22.
[6] Indrayana, Denny. 2008. Negara
Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara. Hal. 214-215.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar